Sabtu, 27 Februari 2016

Ketika Hujan Terhenti

KETIKA HUJAN  TERHENTI


            Cahaya bulan meredup semakin meredup seperti malu untuk menunjukkan  keindahannya, lambaian angin semilir melekatkan cinta di hati. Rindu menggebu melihat  bulan dan menunggunya bersinar untuk menerangi jiwa yang sepi.
            Rindu, ya rindu kian mengusik jiwaku. Selalu menghantui pikiranku. Menyentuh di kalbuku. Mengakar di ragaku. Dia, hanya dia cinta yang kutunggu, datang menyambut dengan rasa yang setulusnya.
            Dia akan datang, itu yang terngiang di telingaku. Entah mengapa hatiku seperti yakin dia akan datang. Apakah ini namanya insting pada orang yang kusayang?.
            Beberapa hari dia tak ada kabar. Sms dan telpon ku tak pernah digubris. Entah kenapa, aku pun tak tau. Membuat hati ku semakin resah dan ragu akan cintanya.
            Tapi janjinya tak mungkin tak ditepati. Entahlah, biarlah aku yang mengalah, berharap dia akan membalas Sms ku. Tiga hari ku tunggu kabarnya. Namun tak jua ada responnya.
            Siang itu, waktu matahari bangun dari singgasananya. Dan memancarkan cahayanya, aku sama seperti kemarin. Tetap dengan hati yang meragu. Begitulah setiap harinya.
            Menunggu, itu yang selalu ku lakukan. Selalu menunggu-nunggu yang tak pasti. Memang kata orang menunggu itu adalah hal yang membosankan. Bosan, sebosannya hal itu tapi tetap ku lakukan.
            Biarlah kataku dalam hati. Memang beginilah cinta. Harus ada pengorbanan. Kadang ku bingung harus berbagi cerita sama siapa. Hanya dialah yang ku harapkan. Datang memelukku dan memberikan cintanya untukku.
            Setiap malam hanya dia yang ku mimpikan. Dia dan dia selalu. Aneh rasanya. Entah kenapa bisa seperti itu. Apa dia juga?. Kuharap sama.
             Jam menunjukkan pukul 4 pagi, ku terbangun dan tak bisa tidur lagi. Ku lihat hp ada sms baru masuk, ternyata dari orang yang kutunggu-tunggu.
            Dia menanyakan apakah aku udah bangun. Ku langsung menjawab dan mengatakan rinduku padanya. Tiba- tiba teleponnya masuk, dan langsung ku angkat. Ku bahagia dia akhirnya meneleponku.
            Kami banyak bercerita, gak terasa rasa gelisaah ku hilang begitu saja. Aneh memang, aku bisa luluh karenanya. Ya tuhan makhluk apa dia sebenarnya?. Kenapa hanya dia yang bisa membuatku tergila-gila. Sehingga hatiku tertutup untuk yang lainnya.
            Semoga dia tidak mengecewakanku. Amin….!!!. Karna ku berharap dialah kelak pendamping hidupku. Baik dunia dan akhirat.
            Ku tak percaya ,jam 9 malam ini dia sampai di kotaku. Dia menyuruhku untuk menjemput nya di stasiun Kereta Api. Hatiku bahagia sekali. Sampai- sampai ku meloncat kegirangan. Tanpa menunggu lama lagi, ku langsung ganti baju dan mengambil dompetku.
            Ku berlari kencang-kencangnya untuk mendapatkan becak ke stasiun. Sesudah sampai di stasiun, ku belum juga melihat mas ku. Aduh  dimana sih?.Ku coba telpon , tapi tak diangkat, Mau nangis rasanya. Kayaknya aku di kerjain.
            Tanpa kusadari di belakangku ternyata ada dia. Dia tersenyum dan mencoba menghiburku. Aku balas senyumnya. Aku bahagia sekali. Marah ku sudah hilang.
            Kami tidak langsung pulang ke rumah. Kami bernostalgia di dekat stasiun. Sebentar ke tempat-tempat yang pernah kami kunjungi.
            Hanya beberapa jam saja jalan-jalan, kami langsung ke rumah. Kami berbagi cerita tentang kesibukan dan keseharian kami. Dia juga menjelaskan kenapa dia tidak membalas Sms ku. Karena dia sibuk dan tidak sempat untuk membalasnya. Dia meminta maaf. Aku meyakinkan dia kalau aku tidak menggubris tentang itu lagi.
            Sampai di rumah, ku lihat ada yang aneh. Seperti ada acara besar-besaran. Ternyata dia melamarku. Aku hanya menangis bahagia. Tuhan mendengar doaku.
            Aku langsung di siapi dan akad pun di laksanakan. Kami syah menjadi suami istri. Hujan itu pun terhenti…..



“TAMAT”

Jalan yang Berbeda

JALAN YANG BERBEDA

Tahnia, itu namaku, mencintai seorang lelaki yang berbeda. Ya, kata orang laki-laki dan perempuan itu memang  berbeda, itu pengertian secara umum. Perbedaan disini bukan dari wajah, kelamin, kulit ataupun suku. Tetapi jalan yang  kami pilih memang berbeda.                                                                                 
Aku seorang muslimah dan dia budhisme. Yang ku percaya Allah SWT, dan dia Shidarta Gautama. Cinta tidak memandang perbedaan, tapi jalan ini tak harus di satukan. Biarlah menuju jalan masing-masing yang  benar-benar terbaik bagi kami.
Malam ini angin nya begitu kencang, dan dingin mulai menusuk ke tulang-tulang ku. Cuaca mendung yang menyelimuti  cerahnya langit malam, suasana malam seakan mengahadangku untuk mengingatnya.
Cristian, dia yang kucinta tak terlihat lagi. Setelah semua ku serahkan padanya. Dia menghilang seperti debu yang di terbangkan angin. Kemanakah kau cintaku? Apakah rasa ini masih kau rasakan? . Seakan semuanya terasa dalam mimpi. Cinta yang  terpisah karena orang tua.
Waktu itu aku dan Cristian tak sengaja berpapasan. Dia berkenalan dengan ku sesudah tamat SMP. Kami sama-sama alumni dari SMP N 1 Cikareng. Entah kenapa saat bersamanya ,jantungku tak teratur. Keringat dingin megalir di sekujur tubuhku. Rasa ini tak bisa kutahan, selalu datang menghantui ku.
Diapun merasakan hal yang sama. Tanpa keraguan, dia mendekatiku dan mengajakku untuk menjalin cinta bersamanya. Dikencan yang pertama, kami merasakan canggung dan salah tingkah. Angin lembut yang mengalun memberikan nuansa romantis yang dahsyat di hati kami.
Seakan dunia hanya kami berdua yang punya. Dia menceritakan tentangku yang membuatnya  jatuh cinta. Sebaliknya aku pun bercerita. Sambil bercerita, ku pandangi senyum renyah nya si bibir yang merah itu.
Disaat aku masih dibuai kasmaran, dalam cerita cinta monyet. Tak terasa waktu telah bergulir. Cinta kami begitu kuat dan makin kuat, hari-hari di penuhi cinta yang indah tersemi.
Waktu itu, Cristian datang ke rumahku untuk bertemu dengan orang tuaku dan menyatakan rasanya padaku. Dia  melamarku. Betapa bahagianya aku saat itu. Pemilik perusahaan air liur  burung walet itu mencoba meluluhkan hati orang tuaku. Tapi sia-sia. Ayahku mengusirnya dan memarahiku. Sebelumnya kami belum pernah terfikir akan  sesulit ini. Menjalin cinta  tanpa restu dari orang tua.
Kami mencoba pacaran backstreet, tanpa diketahui orang tua. Orang tuanya pun sebelumnya melarang Cristian bersamaku. Entah apa yang membuat cinta kami bertahan sampai saat ini. Tapi,saat itu, dia  seperti mengucapkan hal yang tak ku sangka akan merenggut nya dari ku. Merenggut cintaku untuk selamanya. Aku diajaknya untuk menemani nya check up ke RS. Cikareng. Ku melihat akhir-akhir ini ada perubahan fisik padanya. Wajahnya yang tampan kini  tampak memucat dan kurus.
Aku seperti berdiri dia atas onak dan duri yang menusuk ke kaki dan menjalar sampai ke jantungku. Dokter mengatakan Cristian terkena kanker otak stadium 4. Oh tuhan, cobaan apa lagi yang kau beri pada kami?.
Aku menangis dan  pingsan di pelukan Cristian. Setelah bangun ku lihat senyum manis nya merekah di pipinya yang putih. Ya Allah dia masih bisa tersenyum, kenapa aku tidak bisa??. Kumenangis dan terus  menangis. Dia mengatakan, mungkin ini jalan yang akan menyatukan kami di akhirat kelak. Dia tersenyum dan mencium dahiku. Kulihat tetesan lembut keluar dari kelopak matanya. ”Honey, Ilove u” itu yang kudengar darinya.
Setiap hari ku sengaja ambil cuti dalam 3 minggu untuk menemani Cristian di rumah pemberian orang tuanya. Dia memang tinggal sendiri di rumah itu. Setiap hari hanya senyum dan tangisan yang mengisi hari- hari kami berdua. Sampai waktunya tiba, akhir dari kehidupan nya di  bumi. Ku tak tau apa yang harus ku lakukan. Hidup tanpanya bagai raga tanpa ruh. Lamunan menemaniku sepanjang hari. Kenangan membungkam mulutku. Tak sanggup berkata-kata dan tersenyum indah seperti dulu.
Setelah 5 tahun berlalu dan aku menjalani lembar baru tanpa Cristian lagi. Dia telah pergi lama, dan takkan kembali, tapi cinta kami akan abadi. Ku yakin suatu saat kami akan bertemu lagi, teringat katanya yang terakhir ”Honey,I love you”.



“TAMAT”





Duri Kehidupan

DURI KEHIDUPAN

Gelegar halilintar malam itu mengejutkan ku. Seperti amukan raksasa tanpa henti. Memekakkan telingaku sampai ke bagian paling dalam. Rentetan kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Tak henti di lontarkan dengan emosi jiwa.
Tak henti air bening itu mengalir di pipi gadis kecil yang belum paham tentang dunia yang di tempatinya. Berharap halilintar itu segera berlalu dan berganti dengan bumi yang terang dan ceria yang akan meresap kemimpinya.
Sekarang di desa itu hanya tinggal puing-puing. Setelah kebakaran melanda hutan kami yang indah ini, kami seperti kehilangan harapan untuk hidup lebih lama. Tapi, sesudah itu ada lagi bencana yang aku dapatkan. Orang-orang yang aku sayangi telah termakan api yang berkobar yang membakar tanpa rasa iba.
“Tidak!!!..........” hanya itu yang bisa ku keluarkan dari bibir yang sepertinya ingin membisu selamanya. Orang tua dan adik-adikku telah tiada. Begitu juga gadis kecil yang kulihat. Kami sama-sama sebatang kara.
Hari telah berganti tahun. Aku yang sekarang menjadi seorang istri anggota SAR mengandung benih cinta  yang kami sayang.
Gadis kecil yang kulihat dulunya, sekarang menjadi anak angkat aku dan mas Tio. Putri namanya, walaupun bukan anak kandung, tetapi kami dangat menyayanginya. Lucu bila mengingat kisah cintaku dengan mas Tio. Gak ada yang menduga, seorang mas Tio mau dengan gadis kampung yang tak pernah duduk di bangku  sekolah.
Hari itu dia datang sebagai  relawan untuk penyaluran  bantuan di desa kami. Aku dan gadis kecil itu hanya duduk di dekat puing rumah yang sudah habis terbakar waktu. Dua hari kami menahan lapar, barulah datang bantuan. Tak ada yang perduli dengan seorang gadis dan gadis kecil itu. Hanyalah Tio yang datang dan memberikan semangat pada kami. Semangat untuk melanjutkan hidup yang harus di syukuri ini.
Satu minggu kami bersahabat dengan mas Tio. Walaupun hati seperti tercabik duri, kami tetap mencoba bertahan. Berkat Mas Tio. Tanpa ku sangka, mas Tio yang ku anggap seperti abang kandungku sendiri. Melamarku  sebelum pulang ke kampungnya. Aku kaget bukan kepalang.
Tapi gadis kecil itu menyuruhku untuk menerima lamarannya. Aku  tidak punya pilihan lain. Apalagi kami hanya sebatang kara. Besoknya kami menikah dan mengangkat Putri sebagai anak. Aku pun baru tau kalau mas Tio juga tidak mempunyai keluarga alias sebatang kara.
Itulah kehidupan yang telah digariskan tuhan kepada ku. Tak di sangka dan di duga itulah hikmah dari kesengsaraan yang kami rasakan. Orang yang berlatar belakang sama, di pertemukan dalam ikatan keluarga. Tak ada satupun peninggalan dari keluarga ku yang tersisa, hanya duri di hati, yang ku rasakan. Kehilangan keluarga yang ku cintai. Tiap hari datang ke mimpiku, wajah-wajah yang telah hilang di lalap api itu. Kini jadi bunga tidurku.
Mungkin itu obat yang di berikan Tuhan untukku. Kini di gantikan surya yamg terang saat kubuka mata dan tersadar mas Tio dan Putri di sampingku. Ya,keluarga baru ku.




“TAMAT”